Jumat, 09 Desember 2011

Berdoa? Hanya itu?

Sudah hampir 3 jam kami berlatih drama untuk dipentaskan di perayaan Natal waktu itu. Semangat latihan pada waktu itu seperti menukik tajam di titik minus. Mas Santoso, sang Sutradara sempat kerepotan mengarahkan kami yang tidak sehati.

Aku yang biasa disiplinpun mendadak jadi Anak Nakal yang menggemaskan. Mas Santoso tetap bersabar, meskipun rahangnya mulai mengeras menahan emosi. Aku kasihan, tapi entahlah hari itu bukan hanya aku yang berulah, hampir semua pemain drama.

Dari atas panggung, aku yang berperan sebagai Maria berusaha tenang. Temanku yang memerankan Yusuf mencolekku,"Lihat tuh, Om Yo sudah di pintu belakang! Sepertinya harapanmu untuk melihatnya marah-marah terkabul kali ini"

*Wink* dasar anak nakal, diberitahu seperti itu bukannya mengkeret malah seneng :) seumur-umur aku menjadi jemaatnya belum pernah melihat beliau marah besar. Beliau sering mendisiplinkan aktivis atau pelayan yang mulai tidak disiplin, tapi seingatku belum pernah sekalipun aku melihatnya MARAH BESAR.

Aku duduk tegak, teman-teman yang lain belum menyadari kehadiran beliau di pintu belakang (atau depan ya?) masih asyik ha ha hihi. Membayangkan kemungkinan beliau marah-marah pada kami seperti merasakan beberapa teguk kafein dalam kopi di pagi hari. (SERU,..hayah..Om Yo..maafkan aku!) Yang tadinya bosan berat mendadak menjadi segar, aku tersenyum sendiri. Pemeran Yusuf, hanya bisa terkekeh pelan melihat mataku yang membola berharap-harap cemas.

And...1...2...3...harapanku mendekati kenyataan.

Dengan langkah pasti Om Yo melangkah ke panggung. Meminta saya dan pemeran utama turun panggung, dan dengan nada yang lembut meminta pemain yang lainnya untuk duduk di bangku gereja.

Aku makin semangat,dalam hati berseru "Akhirnya, bisa juga aku melihat beliau marah!"

Masih dengan nada lembut tapi tegas beliau berkata,"Anak-anak semuanya, Om tahu kalian lelah, bosan, juga jenuh. Om Bangga, kalian tetap berusaha berlatih dalam kondisi yang tidak baik. Kita ingin mempersembahkan yang terbaik untuk Tuhan, bukan? Ayo kita berdoa, supaya Tuhan memulihkan semangat kita, kekuatan kita, juga kasih kita kepada-Nya sehingga latihan kita bisa semakin baik dan matang nantinya! Mari kita berlutut di tempat masing-masing dan mulai berdoa!"

Yaah??!@#Berdoa? Hanya itu? tapi toh aku nurut juga. Berlutut sambil mengaminkan setiap doa yang diucapkan oleh pemimpin doa siang itu. Aku hanya bisa diam dan merengut saat "si Yusuf" terkekeh sambil berbisik mengejek,"si Riris kecewa!"


Dalam hitungan tahun ke depan setelah peristiwa itu, ketika aku tidak lagi hanya menjadi pemeran drama. Ketika sesekali aku harus memimpin sebuah kelompok kecil, ketika sesekali aku harus berdiri di depan beberapa orang dengan banyak kehendak.Aku jadi mengerti..bahwa BERDOA..bukanlah HANYA SEBUAH KEGIATAN. Berdoa juga bukanlah mantra penghilang kerusuhan. BERDOA adalah kebutuhan.

Aku jadi belajar, bahwa kemarahan atau kekerasan tidak selalu bisa menyelesaikan masalah. Seringkali malah, kekerasan itu menghancurkan.

Teman-teman yang terkasih, menjelang Natal seperti ini sangat rentan terjadi gesekan di dalam pelayanan. Sangat rentan bagi para Ketua untuk mengalami kelelahan fisik maupun mental. Sangat besar kemungkinan terjadi konflik karena kecewa sehubungan dengan pendapat yang mungkin tidak diterima.

Jangan ambil resiko untuk terus mengandalkan kekuatan kita berpikir. Jangan memilih untuk terus berdebat dengan teman-teman sepelayanan. Pilihlah untuk melipat lutut bersama-sama dengan teman-teman sepelayanan, merendahkan hati di hadapan Tuhan. Mintalah kesatuan hati supaya semua bisa melayani dengan hati yang penuh dengan sukacita.

Supaya setelah perayaan Natal yang Akbar, tidak ada hati yang menjadi tawar karena tertusuk perkataan pedas. Supaya setelah perayaan Natal yang meriah tidak ada jiwa yang menjadi enggan untuk beribadah. Supaya..damai Natal bukan hanya menjadi buah bibir saja, tapi menjadi senyata nyatanya dalam hidup kita.

SELAMAT MENYAMBUT NATAL, damai dan suka cita Allah melingkupi kita semua.

1 komentar:

DV mengatakan...

Selamat mempersiapkan Natal, Ris... Semoga ia tak hanya tinggal jadi perayaan tapi hidup dalam keseharian kita..