Minggu, 15 Maret 2015

Satu Orang Kusta



Lukas 17 : 11 – 19
Adalah sepuluh orang kusta yang berusaha menemui Yesus dalam perjalanan-Nya menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. Dari Jauh mereka berteriak,”Yesus, Guru, kasihanilah kami!” Maka Yesus pun menjawab,”Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam.” Sementara di tengah jalan mereka menjadi tahir. Seseorang dari mereka menyadari bahwa mereka sudah menjadi sembuh lalu kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring. Tiba di hadapan Yesus, orang ini tersungkur dan mengucapkan syukur di hadapan-Nya.

Dari sepuluh orang kusta yang mendapatkan mukjizat kesembuhan hanya satu orang yang dengan sadar datang kembali kepada Yesus untuk mengucapkan terima kasih, menyampaikan syukur dan sukacitanya. Dan yang menjadi catatan istimewanya adalah dari kesepuluh orang kusta yang meminta tolong dia satu-satunya orang Samaria yang waktu itu dianggap sebagai orang asing juga kafir.

Terima kasih, adalah kata yang sakti. Kata yang membuat penerima merasa dihargai dan yang memberikan menjadi tambah mengerti arti menghargai. Namun seringkali kita lupa untuk melakukannya baik kepada Tuhan terlebih kepada sesama. Seringkali kita menunggu hal-hal besar terjadi dalam hidup kita baru kita tergerak untuk mengatakan terima kasih lupa akan hal-hal kecil yang sesungguhnya tidak kalah penting.

Kembali kepada kisah sepuluh orang kusta tersebut di atas. Orang yang berpenyakit kusta pada zaman Taurat mendapat perlakuan yang cukup menyedihkan. Peraturan ini bukan dibuat oleh imam-imam tetapi langsung oleh Tuhan sendiri melalui Musa yang memimpin bangsa Israel pada waktu itu.

Saya akan mengulik sedikit peraturan tentang orang kusta di zaman imamat. Dalam Imamat 13 : 45 -46. Orang yang sakit kusta harus berpakaian yang cabik-cabik, rambutnya terurai dan lagi ia harus menutupi mukanya sambil berseru : Najis! Najis! (46)Selama ia kena penyakit itu ia tetap najis; memang ia najis; ia harus tinggal terasing, di luar perkemahan itulah tempat kediamannya. 

Bisakah kita membayangkan apa yang dirasakan oleh kesepuluh orang kusta dalam Lukas 17 : 11 – 1
9 tadi? Hidup terasing di luar perkemahan, dinyatakan najis, sudah barang tentu tidak bebas melakukan kontak atau komunikasi dengan warga yang lain bahkan mungkin saja terpisah dari keluarga yang dikasihi sampai dinyatakan “tahir” kembali. 

Sudah sakit, terkucil, bahkan harus tampil dengan penampilan khusus : yaitu pakaian yang cabik-cabik, rambut terurai menutupi wajahnya. Agar orang tidak mendekat mereka berteriak,”Najis! Najis!” oleh sebab itu saya pun bisa memahami sukacita yang mereka terima ketika Yesus menolong mereka. Ketika tiba-tiba mereka tahir, ketika didapatinya kulit mereka pulih. Saya yakin para penderita kusta ini merasa begitu lepas dan bebas dari “kurungan” akibat penyakit yang mereka derita, mereka juga kembali bebas beraktivitas seperti biasanya. Sukacita ini pasti hampir sama dengan orang yang lepas dari tahanan karena dinyatakan bebas tidak bersalah.

Yang mengherankan...mengapa hanya satu orang asing yang sadar bahwa kesembuhannya adalah karya Yesus. Mengapa yang sembilan orang tidak melakukan hal yang serupa? Mungkin karena Tuhan Yesus tidak memberikan tindakan medis apapun. Sehingga seolah-olah kesembuhan itu terjadi begitu saja tanpa campurtangan Yesus?..yaaah..bisa jadi begitu karena seringkali manusia menilai dari apa yang tampak dan bisa disentuh.

Manusia yang berdosa sama seperti kesepuluh orang kusta tadi. Tinggal terasing dalam suatu negeri, penampilan menyedihkan dan jauh dari sukacita. Pengampunan dan penghapusan dosa adalah sesuatu yang secara perhitungan manusia sangat tidak mungkin. Oleh kasih-Nya Bapa mengambil tindakan atau karya Penebusan melalui penyaliban Yesus. Harga yang sangat mahal sudah dibayar lunas oleh Yesus di kayu salib. Agar manusia yang berdosa beroleh pengampunan total dari Allah. Untuk mendapatkan pengampunan itu manusia hanya diminta untuk PERCAYA, tidak dipungut bayaran apapun. Karena sesungguhnya tidak ada harga yang bisa menggantikan karya penebusan Tuhan Yesus. Tidak ada darah binatang manapun yang bisa membelinya, tidak ada bongkahan emas perak paling mahal sekalipun untuk menggantikannya. Hanya dengan PERCAYA. Bukan karena pengampunan ini barang murahan, tapi karena pengampunan ini adalah sesuatu yang teramat sangat mahal sehingga .... hanya bisa diperoleh karena Anugerah Allah. Percaya..percaya..dan percaya...hanya itu.
(Yesaya 1 : 18) Marilah, baiklah kita berperkara! – Firman Tuhan- sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba akan menjadi putihseperti bulu domba.

Tidakkah kita bersyukur? Lupakah kita bahwasanya pengampuan dosa ini menjadikan kita tahir dan layak untuk berdiri di hadapan tahta Allah? Apakah kita seperti sembilan orang kusta tadi? Melanjutkan perjalanan seolah tidak terjadi apa-apa? Atau ....kita seperti seorang kusta dari Samaria yang menyadari bahwa kesembuhan dan mukjizat yang dialaminya adalah karya Tuhan Yesus?

Semoga..kita selalu eling siapa kita. dan mengingat betapa besar kasih karunia yang sudah dikerjakan Yesus bagi kita. dengan menyadari betapa mahal arti pentahiran dosa..maka saya yakin kita semua akan menjadi orang yang menghargai langkah demi langkah hidup kita. (RE)

Tidak ada komentar: