I Kor 13 : 4a (kasih
itu sabar, kasih itu murah hati)
Salah satu kriteria
KASIH adalah MURAH HATI. Murah hati setara dengan pemurah yang berarti senang
memberi, juga memiliki kebaikan hati serta kasih dan sayang (KBBI). Seorang
yang mengasihi memiliki kecenderungan untuk memberi atau membagi-bagikan apa
yang dimiliki kepada orang lain. Ada juga yang mengatakan : orang yang memberi
belum tentu mengasihi, namun orang yang mengasihi sudah pasti senang memberi.
Seperti Yesus,
karena kasih-NYA pada manusia Dia rela memberikan seluruh hidup-NYA sebagai
korban tebusan. Supaya jangan ada manusia yang binasa melainkan beroleh
kehidupan yang kekal.
Mendengar istilah
memberi atau murah hati, pasti spontan kita berpikir,”Apa yang bisa aku
berikan??”Yes, memberi memang harus dari
apa yang kita punya. Jadi orang yang memberi sudah pasti karena dia memiliki
(sudah menerima), namun orang yang memiliki belum tentu punya hati untuk
memberi (berbagi). Dan pelajaran tentang memberi seringkali menyebabkan banyak
salah sangka. Sebagian orang nyinyir
bahwa Sang Pembicara sedang meminta-minta dengan halus, sementara ada juga yang
merasa tertuduh karena secara materi tidak memiliki sesuatu yang berlebih untuk
dibagikan.
Memberi
membangkitkan rasa syukur bagi yang diberi, dan menghadirkan pujian bagi nama
Tuhan Sang Pemelihara hidup. Memberi memperkaya hati kita dengan kepuasan dan
kebahagiaan, karena dengan memberi membuat hidup kita memiliki arti.
Kembali ke
pertanyaan semula,”Apa yang bisa kita berikan?”
1. Nasihat dan teguran
Ada banyak orang yang menahan nasihat
dan teguran kepada sesamanya dengan alasan karena bukan urusannya atau segan
dengan yang diberi nasihat atau teguran. Padahal dalam banyak keadaan teguran
juga nasihat yang baik justru menyelamatkan seseorang dari kesalahan yang
fatal. (Amsal 27 :5)lebih baik teguran
yang nyata-nyata daripada kasih yang tersembunyi. Karena apa ? (Ammsal 6 : 23)karena perintah itu pelita,
dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan. Nasihat,
teguran, adalah tuntunan bagi mereka yang sedang buta dan tidak tahu jalan.
Jadi Nasihat yang baik dengan tujuan baik adalah pemberian yang sangat tidak
ternilai harganya.
2. Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan yang kita miliki bisa
menjadi pencerah bagi orang lain. Bahkan manfaatnya bisa dirasakan seumur hidup
orang yang mau menerimanya. Alm. Ibu saya adalah seorang Guru SD. Saya ingat
sekali hampir setiap hari setelah penerimaan murid baru, teras rumah kami
didatangi murid-muridnya yang belum bisa membaca menulis. Ibu tidak memungut
bayaran sedikitpun kepada mereka. Selain karena murid-muridnya dari kalangan
tidak mampu, Ibu pernah mengatakan,”Ilmu yang bisa aku bagikan saat ini. Dan
aku berharap ini akan menjadi modal besar bagi hidup mereka” kalau boleh
menirukan perkataan Petrus (dengan
diganti sedikit),”Emas dan perak tidak ada padaku. Yang ada ilmu dan aku mau
membagikannya kepadamu” dan memang benar amal Ilmu berkatnya tidak pernah
terputus. Kepuasan Ibu adalah melihat beberapa murid yang dulunya tidak bisa
membaca terdengar kabar sudah menjadi pejabat. Bagaimana dengan kita? Sudahkah
kita membagikan ilmu kita agar lingkungan kita menjadi lingkungan yang cerdas
dan terdidik? Atau malah sengaja menyimpan ilmu agar kita bisa memanfaatkan
kekurangan orang lain?
3. Hati, Telinga, dan Mulut
Zaman sekarang banyak sekali orang yang
menderita tekanan kejiwaan. Ada yang melampiaskannya di media sosial, ada pula
yang memilih diam memendam semua rasa lalu mengakhiri hidup dengan cara yang
tragis. Bersyukurlah jika teman kita memiliki niat untuk membagi bebannya
dengan bercerita. Karena berarti dia masih memiliki harapan untuk kehidupan
yang lebih baik. Dan selama masih memiliki harapan untuk hidup yang lebih baik
maka dia masih bisa diselamatkan dengan rengkuhan, kata-kata bijak, dan
pendampingan yang secukupnya. Pelayanan ini membutuhkan hati yang rela dan
sabar, telinga yang rela untuk mendengarkan, dan mulut yang rela untuk terbuka
dan tertutup. Terbuka untuk memberi nasihat dan doa. Tertutup untuk menjaga
setiap rahasia yang sudah dipercayakan.
4. Harta benda dan apa yang
dimiliki
Tidak perlu menunggu menjadi kaya raya
untuk dapat berbagi kebahagiaan dan milik. Saya belajar dari salah seorang
istri penatua Gereja. Beliau sudah
janda, hidup dari pensiun alm suaminya dan sudah tentu pemberian dari
anak-anaknya. Namun kegemarannya untuk berbagi tidak bisa dihentikan oleh
keadaan. Jika memasak selalu dengan sengaja dilebihkan agar bisa dibagikan
kepada tetangga yang kurang beruntung. Apa saja yang bisa dibagikan dibagikan.
Kebahagiaan yang terpancar di wajahnya bukan semata-mata pemeliharaan Tuhan di
masa tua dan sendirinya. Kebahagiaannya memancar karena dia merasa hidupnya
bermanfaat.
Siapakah yang harus kita beri?
Tentu
saja mereka yang berkekurangan dan membutuhkan. Prioritas pertama dalam hal
pemberian adalah orang-orang kudus (orang-orang
yang sudah dikhususkan). Dikhususkan untuk melayani Bait Allah. Perhatikan
kehidupan mereka yang fulltimer melayani Tuhan yang masih membutuhkan sokongan.
Pemberian kepada mereka ini lain / berbeda dengan persembahan wajib kita di
Gereja. Pemberian kasih kita tidak dibatasi KOLEKTE dan PERPULUHAN. Pemberian
memiliki arti yang sangat luas.
Seorang teman pernah mengatakan,
kebanyakan merasa sudah cukup memberi ketika sudah memberikan persembahan di
rumah-rumah ibadat. Lalu merasa halal ketika menolak untuk memberikan bantuan
kepada yang berkekurangan. Merasa tidak bersalah ketika menahan kelebihan dari
mereka yang membutuhkan.
Sangat menyedihkan jika kehidupan kita seperti itu
bukan? Masing-masing sudah ada pos atau kantongnya. Bukankah ibadah yang sejati
adalah : (Yakobus 1 : 27)ibadah yang
murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda
dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan
oleh dunia. Pasti ada yang dibawa dan diberikan kepada mereka bukan? Bahkan
Allah sendiri juga mengatakan bahwa (Matius
9 : 13a) Yang ku kehendaki adalah belas kasihan dan bukan persembahan.
Semoga saya tidak salah mentafsirkan : bahwa dari ayat ini kita belajar bahwa
Persembahan di Rumah-Rumah Ibadah adalah hal yang wajib bagi kita, namun jangan
sampai melupakan belas kasihan kita kepada mereka yang kurang beruntung.
Pengamsal sendiri pernah menuliskan (Amsal
19 : 17)Siapa menaruh belas kasihan kepada orang lemah, memiutangi Tuhan yang
akan membalas perbuatannya itu.
Jadi...mari kita belajar
peka dengan sekeliling kita. Jika kita tak sanggup memberi makan lima ribu
orang, berilah kepada 1 orang yang lapar dan meminta-minta. Jika kita tidak
sanggup membangun rumah besar bagi para duafa, mari kita menolong orang-orang
yang mungkin sedang bermasalah dengan rumah tinggalnya.
Singa pasti aakan
memperanakkan singa, jika kita mengaku menjadi milik dan anak-Nya, mestinya
kita memiliki spirit dan karakter seperti DIA yang suka memberi, suka menolong,
suka menunjukkan belas kasihan kepada kita. (RE)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar