Senin, 16 Februari 2015

Kasih Itu Memberi



I Kor 13 : 4a (kasih itu sabar, kasih itu murah hati)
Salah satu kriteria KASIH adalah MURAH HATI. Murah hati setara dengan pemurah yang berarti senang memberi, juga memiliki kebaikan hati serta kasih dan sayang (KBBI). Seorang yang mengasihi memiliki kecenderungan untuk memberi atau membagi-bagikan apa yang dimiliki kepada orang lain. Ada juga yang mengatakan : orang yang memberi belum tentu mengasihi, namun orang yang mengasihi sudah pasti senang memberi.

Seperti Yesus, karena kasih-NYA pada manusia Dia rela memberikan seluruh hidup-NYA sebagai korban tebusan. Supaya jangan ada manusia yang binasa melainkan beroleh kehidupan yang kekal.

Mendengar istilah memberi atau murah hati, pasti spontan kita berpikir,”Apa yang bisa aku berikan??”Yes, memberi memang harus dari apa yang kita punya. Jadi orang yang memberi sudah pasti karena dia memiliki (sudah menerima), namun orang yang memiliki belum tentu punya hati untuk memberi (berbagi). Dan pelajaran tentang memberi seringkali menyebabkan banyak salah sangka. Sebagian orang nyinyir bahwa Sang Pembicara sedang meminta-minta dengan halus, sementara ada juga yang merasa tertuduh karena secara materi tidak memiliki sesuatu yang berlebih untuk dibagikan.

Memberi membangkitkan rasa syukur bagi yang diberi, dan menghadirkan pujian bagi nama Tuhan Sang Pemelihara hidup. Memberi memperkaya hati kita dengan kepuasan dan kebahagiaan, karena dengan memberi membuat hidup kita memiliki arti.
Kembali ke pertanyaan semula,”Apa yang bisa kita berikan?”

1.    Nasihat dan teguran
Ada banyak orang yang menahan nasihat dan teguran kepada sesamanya dengan alasan karena bukan urusannya atau segan dengan yang diberi nasihat atau teguran. Padahal dalam banyak keadaan teguran juga nasihat yang baik justru menyelamatkan seseorang dari kesalahan yang fatal. (Amsal 27 :5)lebih baik teguran yang nyata-nyata daripada kasih yang tersembunyi. Karena apa ? (Ammsal 6 : 23)karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan. Nasihat, teguran, adalah tuntunan bagi mereka yang sedang buta dan tidak tahu jalan. Jadi Nasihat yang baik dengan tujuan baik adalah pemberian yang sangat tidak ternilai harganya.

2.    Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan yang kita miliki bisa menjadi pencerah bagi orang lain. Bahkan manfaatnya bisa dirasakan seumur hidup orang yang mau menerimanya. Alm. Ibu saya adalah seorang Guru SD. Saya ingat sekali hampir setiap hari setelah penerimaan murid baru, teras rumah kami didatangi murid-muridnya yang belum bisa membaca menulis. Ibu tidak memungut bayaran sedikitpun kepada mereka. Selain karena murid-muridnya dari kalangan tidak mampu, Ibu pernah mengatakan,”Ilmu yang bisa aku bagikan saat ini. Dan aku berharap ini akan menjadi modal besar bagi hidup mereka” kalau boleh menirukan perkataan Petrus (dengan diganti sedikit),”Emas dan perak tidak ada padaku. Yang ada ilmu dan aku mau membagikannya kepadamu” dan memang benar amal Ilmu berkatnya tidak pernah terputus. Kepuasan Ibu adalah melihat beberapa murid yang dulunya tidak bisa membaca terdengar kabar sudah menjadi pejabat. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita membagikan ilmu kita agar lingkungan kita menjadi lingkungan yang cerdas dan terdidik? Atau malah sengaja menyimpan ilmu agar kita bisa memanfaatkan kekurangan orang lain?

3.    Hati, Telinga, dan Mulut
Zaman sekarang banyak sekali orang yang menderita tekanan kejiwaan. Ada yang melampiaskannya di media sosial, ada pula yang memilih diam memendam semua rasa lalu mengakhiri hidup dengan cara yang tragis. Bersyukurlah jika teman kita memiliki niat untuk membagi bebannya dengan bercerita. Karena berarti dia masih memiliki harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Dan selama masih memiliki harapan untuk hidup yang lebih baik maka dia masih bisa diselamatkan dengan rengkuhan, kata-kata bijak, dan pendampingan yang secukupnya. Pelayanan ini membutuhkan hati yang rela dan sabar, telinga yang rela untuk mendengarkan, dan mulut yang rela untuk terbuka dan tertutup. Terbuka untuk memberi nasihat dan doa. Tertutup untuk menjaga setiap rahasia yang sudah dipercayakan.

4.    Harta benda dan apa yang dimiliki
Tidak perlu menunggu menjadi kaya raya untuk dapat berbagi kebahagiaan dan milik. Saya belajar dari salah seorang istri penatua  Gereja. Beliau sudah janda, hidup dari pensiun alm suaminya dan sudah tentu pemberian dari anak-anaknya. Namun kegemarannya untuk berbagi tidak bisa dihentikan oleh keadaan. Jika memasak selalu dengan sengaja dilebihkan agar bisa dibagikan kepada tetangga yang kurang beruntung. Apa saja yang bisa dibagikan dibagikan. Kebahagiaan yang terpancar di wajahnya bukan semata-mata pemeliharaan Tuhan di masa tua dan sendirinya. Kebahagiaannya memancar karena dia merasa hidupnya bermanfaat.

Siapakah yang harus kita beri?
 Tentu saja mereka yang berkekurangan dan membutuhkan. Prioritas pertama dalam hal pemberian adalah orang-orang kudus (orang-orang yang sudah dikhususkan). Dikhususkan untuk melayani Bait Allah. Perhatikan kehidupan mereka yang fulltimer melayani Tuhan yang masih membutuhkan sokongan. Pemberian kepada mereka ini lain / berbeda dengan persembahan wajib kita di Gereja. Pemberian kasih kita tidak dibatasi KOLEKTE dan PERPULUHAN. Pemberian memiliki arti yang sangat luas.
Seorang teman pernah mengatakan, kebanyakan merasa sudah cukup memberi ketika sudah memberikan persembahan di rumah-rumah ibadat. Lalu merasa halal ketika menolak untuk memberikan bantuan kepada yang berkekurangan. Merasa tidak bersalah ketika menahan kelebihan dari mereka yang membutuhkan.
Sangat  menyedihkan jika kehidupan kita seperti itu bukan? Masing-masing sudah ada pos atau kantongnya. Bukankah ibadah yang sejati adalah : (Yakobus 1 : 27)ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita,  ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia. Pasti ada yang dibawa dan diberikan kepada mereka bukan? Bahkan Allah sendiri juga mengatakan bahwa (Matius 9 : 13a) Yang ku kehendaki adalah belas kasihan dan bukan persembahan. Semoga saya tidak salah mentafsirkan : bahwa dari ayat ini kita belajar bahwa Persembahan di Rumah-Rumah Ibadah adalah hal yang wajib bagi kita, namun jangan sampai melupakan belas kasihan kita kepada mereka yang kurang beruntung. Pengamsal sendiri pernah menuliskan (Amsal 19 : 17)Siapa menaruh belas kasihan kepada orang lemah, memiutangi Tuhan yang akan membalas perbuatannya itu.
Jadi...mari kita belajar peka dengan sekeliling kita. Jika kita tak sanggup memberi makan lima ribu orang, berilah kepada 1 orang yang lapar dan meminta-minta. Jika kita tidak sanggup membangun rumah besar bagi para duafa, mari kita menolong orang-orang yang mungkin sedang bermasalah dengan rumah tinggalnya.
Singa pasti aakan memperanakkan singa, jika kita mengaku menjadi milik dan anak-Nya, mestinya kita memiliki spirit dan karakter seperti DIA yang suka memberi, suka menolong, suka menunjukkan belas kasihan kepada kita. (RE)

Tidak ada komentar: