Kamis, 25 Juni 2009

Cium Tangan Cium Kening

Semenjak saya menikah, saya membiasakan diri untuk mencium tangan suami ketika hendak bepergian juga ketika kami akan berpisah satu dengan lain saat harus menunaikan tugas. Sebagai balasannya suami memberikan kecupan lembut di kening. Ini kami wajibkan untuk tetap dilakukan bahkan ketika kami sedang marahan.Memang hal ini bukan hal yang diharuskan di dalam Alkitab, tapi kami berkomitmen untuk memelihara kebiasaan tersebut, karena mengandung falsafah yang penting bagi kami sebagai suami isteri.

1. Bagi Isteri
Ketika saya mencium punggung tangan suami, mengingatkan posisi seorang isteri. Bahwasanya seorang isteri wajib tunduk dan hormat kepada suami. Karena bagaimanapun keadaannya, suami tetaplah wakil Allah yang ditempatkan di sisi kita untuk melindungi, mengasihi, dan mengayomi kita.

Efesus 5:22 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan,

Bukan sekedar tunduk dan hormat, tapi juga menjaga kehormatan suami dengan tidak membeberkan aib atau kekurangan suami kepada khalayak ramai. Menjaga harga diri keluarga dengan cara memperhatikan tutur kata dan perilaku supaya menjadi orang yang bisa dipercaya di segala masa.

Amsal 31 : 11 Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan keuntungan.

Dengan mencium tangan suami, saya pribadi berharap terus menerus memperbaiki diri untuk menjadi wanita yang bijaksana. Ingat bahwa menjadi isteri berarti menjadi penolong bukan perongrong. Itu juga berarti harus rela dan bergembira ketika kami harus berbagi penghasilan (tidak membebankan semua urusan rumah tangga ke pundak suami) seperti ayat ini :

Ams 31:12, 17-18 Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya. Ia mengikat pinggangnya dengan kekuatan, ia menguatkan lengannya. Ia tahu bahwa pendapatannya menguntungkan, pada malam hari pelitanya tidak padam.

Setinggi apapun status pendidikan dan jabatan seorang wanita di kantornya, di mata Allah posisinya tetaplah sebagai penolong, yang WAJIB hormat dan tunduk kepada yang ditolong yaitu suaminya.

2. Bagi Suami
Ketika membalas cium tangan dengan kecupan lembut di kening, mengingatkan posisinya sebagai kepala dan imam dalam rumah tangga. Kecupan lembut itu mewakili kalimat : aku mencintaimu isteriku, dan aku akan terus menjaga janji nikah kita hingga akhir hayat (masih ingat dengan janji nikah?). Mengingatkan posisinya sebagai pelindung bukan “petinju” yang melukai hati keluarganya.

1Petrus 3:7 Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.

Ternyata jika seorang suami tidak bisa menghormati bahkan menyakiti hati isterinya, doanya akan terhalang alias tidak didengarkanNYA. Saya yakin bahwasanya hal ini juga berlaku bagi para isteri yang menyakiti hati suaminya. Karena sepasang kekasih mengikrarkan diri untuk menjadi suami isteri, maka di mata Tuhan menjadi satu daging.

Maka dari itu, 1Co 7:3 Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap isterinya, demikian pula isteri terhadap suaminya.

Mudah-mudahan dengan menghayati falsafah cium tangan antar suami isteri ini, kami tetap mengingat posisi dan tanggung jawab kami. Sehingga saya tidak menjadi wanita yang mengepalai suami (meskipun atasnama emansipasi bisa dibenarkan), pun suami tidak lalai dalam menjalankan fungsinya sebagai Imam dan Kepala keluarga, sehingga tidak akan terjadi penyalahgunakan wewenang yang diberikan Tuhan kepadanya. Dia senantiasa menyadari bahwa suami adalah pelindung bukan ‘petinju’, dan dia adalah Imam , wajib hukumnya bagi seorang suami untuk hidup dekat dan takut kepada Tuhan. Karena tugas seorang imam adalah menjadi perantara antara yang diimami dengan Tuhannya.

Saya berharap, berangkat dari hal kecil yang didasari kebenaran alkitab ini…keluarga kami mampu berdiri teguh dalam berbagai keadaan, cuaca, dan kondisi. Saya sungguh berharap, rumah kami menjadi surga tempat dimana kami bisa berbagi kasih. Menjadi tempat yang selalu kami rindukan untuk senantiasa berkumpul. Amin

........tak terasa sebentar lagi memasuki usia pernikahan yang ke tiga. Masih banyak yang harus saya pelajari untuk menjadi wanita yang berkenan kepada Tuhan, masih banyak ego yang harus dipangkas untuk menjadi isteri yang rendah hati........

12 komentar:

sahala napitupulu mengatakan...

Belajar di lembaga sekolah dasar hingga ke jenjang perguruan tinggi, suatu saat kita bisa tamat belajarnya. Tetapi, didalam lembaga perkawinan, kita tak akan pernah tamat untuk belajar baik suami maupun istri. Suami dan istri harus terus-menerus belajar untuk tujuan menyempurnakan cinta kasih mereka hingga maut memisahkan mereka.Dan Firman Tuhan banyak memberikan kita nasehat untuk tujuan tersebut, diantaranya seperti yang dikutip bu riris dalam tulisannya ini. Keep on fire bu riris.GBU.

depz mengatakan...

nice post
membaca sambil menanti (atau membayangkan?) masa2 seperti itu (dicium tangannya oleh istri)

salam kenal mbak :)
GBU

Riris Ernaeni mengatakan...

@Pak Sahala : terima kasih supportnya, iya benar, perkawinan adalah sekolah seumur hidup

@depz : kiranya Tuhan membuka jalan untuk memperlancar jodohmu ya..Amin.. salam kenal juga

blogecahayu mengatakan...

aku juga ingin merasakan dicium kening :'(

DV mengatakan...

Riris, aku lebih berpikir bahwa aksi dan reaksi verbal seperti cium tangan dan cium kening adalah terkait dengan tradisi masing-masing orang.

Sama dengan suamimu, aku selalu mencium kening istri ketika hendak pergi meski istriku tak mencium tanganku hehehe...

Aku tak keberatan karena memang ia tak mengenal tradisi itu meski aku tetap yakin ia menghargai dan mencintaiku..

*tsah* hahahahaha!

Btw, tulisanmu slalu menarik!

Riris Ernaeni mengatakan...

@Menik : sabar ya Non, waktuNYA akan tiba..(apa yg salah dgn tulisanku ya, kok jadi malah menimbulkan keinginan..hihihi)

@DV : tsiaaah...juga...benar DV, itu terkait tradisi yang sengaja kami lestarikan. TErima kasih komennya yg sangat menyemangatiku untuk terus menulis.

Agenda ibu rumah tangga mengatakan...

Martin Luther pernah berkata "Seorang isteri seharusnya membuat suaminya senang tatkala pulang ke rumah dan seorang suami seharusnya membuat isterinya merasa sedih ketika melihatnya pergi".
betapa berbahagianya rumahtangga yang demikian.

Riris Ernaeni mengatakan...

@Mrs. Irontius : itu berarti suami istri ada untuk saling membahagiakan, bukan? Nice Comment. Thanks for visit my blog.

Ikkyu_san a.k.a imelda mengatakan...

wah senang sekali membaca tulisan ini. Saya biasanya mencium suami setiap dia pergi, tapi akhir-akhir ini karena saya dan anak-anak selalu mengantar sampai depan pintu, sudah sibuk dengan saling tozz deh, lupa deh cium-ciumnya hehehe.
Bentuknya bisa apa saja, mau cium tangan atau kening/pipi/bibir...yang penting ungkapan cinta ya...

belajar seo para pemula mengatakan...

semoga anda jadi istri yang baik dan berbakti kepada suami

IESP93 mengatakan...

ya...setuju...setelah kita diberikan yang sepadan, kita bersyukur, tugas yang harus kita emban adalah memelihara supaya masing2 bisa saling menjaga keharmonisan keluarga.Salam.

Anonim mengatakan...

salam kenal mbak Riris,
tulisan mbak menarik bgt...
di keluarga saya dulu, orang tua tidak membiasakan cium tangan. tapi lebih ke cium kening dan pipi. saya dan suami juga tidak menerapkan kebiasaan cium tangan.
tapi setiap hari selalu ada ciuman mesra..lebih asyiikk...hehehe

salam,

nana