Jumat, 27 Februari 2015

Mengapa Mama Marah?


Suatu pagi, aku terpaksa uring-uringan karena Asisten Rumah Tangga melaporkan bahwa anakku tidak belajar kemarin sore. Padahal pagi itu Si Sulung, Farrel harus mengerjakan ulangan harian di sekolahnya. Sepagi itu sudah ribut antara Anakku dan Pembantuku. Anakku mengatakan dengan yakin bahwa dia belajar, sementara Pembantuku tetap mengatakan bahwa dia hanya mengerjakan PR lalu menghabiskan waktu untuk bermain. Praktis membuatku sedikit mengomel pagi itu.

Ketika Farrel mandi, aku segera masuk ke kamar untuk menenangkan diri. Bagaimanapun aku tidak ingin membekali Farrel dengan mood yang berantakan. Lebih baik berdamai sebelum kami melakukan aktivitas masing-masing. Ada rasa sedih dan frustasi ketika aku tidak mampu menghandle semuanya. Di satu sisi aku sebagai single parent harus mencari nafkah namun ada sisi lain yang tidak kalah penting yaitu mendampingi anak-anak belajar.

Joshua anak keduaku masuk dan menepuk pundakku seraya berkata,”Mengapa mama marah? Kakak benar-benar belajar kok Ma. Kemarin yang banyak bermain itu aku. Karena PR ku sudah selesai semua. Mengapa mama percaya kepada si Mbak? Padahal Mbak kemarin seharian di kamarnya. Dia hanya keluar saat menyediakan makan dan air untuk mandi.”

Aku menatap mata Joshua. Sorot matanya jujur dia tidak sedang berusaha membela kakaknya. Dia tersenyum sembari meraih leherku lalu berkata,”Tanya aku dulu sebelum marah-marah, Mama Cantik. Karena Mbak banyak diam di kamar daripada di luar.”

Ku balas pelukan Joshua sembari mengucapkan terima kasih sudah meluruskan berita dan di hadapan kedua anak itu aku meminta maaf atas ketergesaanku menghakimi Farrel. Terlepas dari hal-hal buruk tentang asisten Rumah Tanggaku, aku belajar satu hal yang sering aku ulas dan renungkan atas ayat yang berkata, Hai saudara-saudara   yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata,  dan juga lambat untuk marah” (Yakobus 1 : 10)RE, catatan pagi

Senin, 23 Februari 2015

Hidup Yang Dipulihkan dan Diberkati



(Rut  2 : 1-12)

Rut adalah salah satu tokoh penting dalam silsilah Mesias. Dia adalah bangsa asing yang kawin dengan keluarga Elimelekh. Dan mengalami kejadian yang tragis kehilangan suami, ipar, dan mertua laki-lakinya. Namun di akhir cerita, Rut mengalami pemulihan dengan menjadi istri Boas seorang pengusaha yang kaya raya keluarga dari pihak Elimelekh. Lebih dari semua itu, Rut menjadi salah satu garis silsilah lahirnya Mesias.

Ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari kisah Rut, yang mengalami pemulihan yang dahsyat dari Tuhan.

1.    Rut memiliki hati yang lembut dan kuat dalam memegang prinsipnya ( Rut 1 : 16)
Setelah perkawinannya dengan Kilyon (?) saya yakin Rut menyatukan budaya dan kebiasaannya dengan keluarga barunya. Dan pada akhirnya dia bertekad untuk menyembah Allah yang dikenalnya dengan meninggalkan keluarganya pergi mengikuti Naomi. Bukan hal yang mudah hidup bersama dengan mertua, terlebih mertua perempuan. Kalau sampai dia mengikuti Naomi dan menetapkan hidup bersama mantan mertuanya, sudah pasti ada nilai plus disana. Mungkin dia sangat mencintai Kilyon sehingga dia tidak rela meninggalkan bayang-bayang Kilyon. Tapi membaca cara Rut menyikapi hidupnya, saya yakin Rut bukan wanita yang secengeng itu.  Pasti ada alasan lain yang lebih kuat. Dia mencintai Allah yang baru saja dia kenal melalui perkawinannya dengan Kilyon. Dan kecintaannya ini membuatnya rela untuk meninggalkan kaum kerabatnya yang mayoritas penyembah berhala. Mengapa saya beropini dia berhati lembut? Karena hanya wanita yang lembut hatinya bisa hidup berdampingan dengan mertua perempuannya. Keteguhannya untuk bertahan dalam iman rela dia bayar dengan meninggalkan kebiasaan, kebudayaan, bahkan lingkaran keluarganya. Yang saya yakin jauh lebih nyaman menerima dia.

2.    Rut adalah orang yang rajin dan pantang menyerah (Rut 2 : 6 -7)
Menjadi janda, tinggal di rumah mantan mertuanya tidak membuatnya menjadi orang yang mengasihani diri sendiri. Dia tahu hidup terus berjalan dan harus berjuang untuk dapat menikmatinya. Oleh sebab itu dia tidak menadahkan tangan untuk menjadi peminta-minta namun bertekad untuk memenuhi kebutuhan dengan cara menjadi pemungut jelai. Kesungguhannya bertanggungjawab atas diri nya juga mertuanya menimbulkan belas kasihan Boas juga para pekerjanya. Kerajinan inilah yang menerbitkan pesona tersendiri dalam diri Rut.
Seperti tertulis dalam  Amsal (10 : 4) bahwa tangan yang rajin menjadikan kaya, (Amsal 12:24) tangan orang rajin memegang kekuasaan dan Amsal 13 : 4 : hati orang rajin diberi kelimpahan. Kerajinan dan kesungguhan Rut melahirkan pemulihan-pemulihan dalam hidupnya.

3.    Rut orang yang mau mendengarkan nasihat dan petunjuk
Saya sangat tertarik dengan  pribadi Rut. Meskipun suaminya telah tiada, Rut tetap menaruh hormat kepada Naomi, mertuanya. Apapun yang ingin dilakukan Rut meminta izin kepada Naomi (Rut 2 : 2 -3) lebih dari itu Rut mau mendengarkan nasihat Naomi supaya Rut bisa “ditebus” oleh Boas (Rut 3 : 1-7). Saya berharap generasi sekarang menjadi generasi yang menyukai nasihat dan petunjuk dari orang-orang yang dipercayakan Tuhan bagi kita. Menghormati orang tua kita baik itu orangtua kandung, mertua, juga orangtua rohani. Zaman, pengetahuan, juga penemuan manusia membuat banyak pergeseran nilai – nilai budi pekerti yang baik. Namun saya berdoa agar anak-anak kita semua menjadi anak-anak yang rela untuk diajar, dididik, dan terus berada dalam kelembutan hati menerima nasihat, didikan, juga petunjuk. Bukan generasi yang rusak oleh karena cara pandang yang bergeser. Karena saya yakin sehebat apapun penemuan manusia, tetap ada otoritas tertinggi yaitu Firman Allah.

4.    Rut, terkenal karena kebaikan hatinya (Rut 2 : 12)
Kebaikan hati itu seperti gaung yang sulit dihentikan. Dia menjadi kabar yang harum dari satu mulut ke mulut yang lain. Kebaikan hati itu seperti cahaya yang tidak bisa dipadamkan oleh kegelapan. Kebaikan hati itu memiliki kekuatan untuk mengubahkan kehidupan. Secara logika, ketika seseorang terkenal dengan kebaikan hatinya akan lebih mudah menjalin hubungan dengan banyak orang. Dan hubungan dengan banyak orang akan membuka banyak peluang untuk memberikan pertolongan juga jalan keluar bagi setiap permasalahan yang sedang dihadapi. Namun jangan lupa, kebaikan, kelembutan hati menarik hati Tuhan untuk melakukan pemulihan total dalam hidup kita. Dan jika Tuhan bertindak....siapakah yang dapat mengalahkan-NYA?

Kehilangan, tragedi, permasalahan hidup memberikan berjuta alasan untuk menjadi pribadi yang rapuh. Namun belajar dari Rut yang tetap tegar dan bertanggungjawab menjalani hidup, mari kita belajar bahwa dalam setiap kejadian yang kita hadapi Tuhan turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi-NYA.

Tetap bersandar pada Tuhan, tetap kuat, semangat, bertanggung jawab dan jangan berhenti untuk berbuat baik. Karena jika sampai waktunya kita tidak akan kehilangan upah. Amin.

Rabu, 18 Februari 2015

Pecinta Tangguh



Kepada-Mu Sang Pencinta tangguh

Yang mencintaiku dengan hati kukuh

Kepada-Mu yang mencintaiku

Tanpa bertanya darimana asal usulku



ku angsurkan tanya yang lama mengusikku



Tuhan….apa yang membuatmu mencintaiku?

KAU yang agung dan mulia

Rela menjadi hina dan papa

KAU yang gagah perkasa

Rela mencintaku yang lemah tak berdaya



Aku memang bukan penodong

Namun aku masih sering berbohong

Aku memang bukan perampok

Namun aku masih sering diam-diam mencuri

Aku memang bukan pembunuh

Namun aku masih sering mendendam

Aku memang bukan pezinah

Namun aku masih sering mengingini yang bukan hakku



Aku ini hina, Tuhaaan..aku hina…

Apa yang membuat-Mu begitu mencintaiku?



Desau angin lembut seolah mewakili pelukan-Mu

Aku mengerti…KAU mengasihiku karena KAU adalah KASIH

Dengan kasih yang takkan terpahami

KAU sediakan seluruh diri-Mu

Dan dengan kasih itu pula

KAU menjagaku untuk terus jadi milik-MU

Tak peduli lapar kan datang

Tak peduli sengsara menyerang

Tak peduli ketelanjangan

KAU kan terus menjagaku jadi milik kesayangan-MU

(Renungan Pra Paskah - mengarsip puisi yg tercecer di folder)

Senin, 16 Februari 2015

Kasih Itu Memberi



I Kor 13 : 4a (kasih itu sabar, kasih itu murah hati)
Salah satu kriteria KASIH adalah MURAH HATI. Murah hati setara dengan pemurah yang berarti senang memberi, juga memiliki kebaikan hati serta kasih dan sayang (KBBI). Seorang yang mengasihi memiliki kecenderungan untuk memberi atau membagi-bagikan apa yang dimiliki kepada orang lain. Ada juga yang mengatakan : orang yang memberi belum tentu mengasihi, namun orang yang mengasihi sudah pasti senang memberi.

Seperti Yesus, karena kasih-NYA pada manusia Dia rela memberikan seluruh hidup-NYA sebagai korban tebusan. Supaya jangan ada manusia yang binasa melainkan beroleh kehidupan yang kekal.

Mendengar istilah memberi atau murah hati, pasti spontan kita berpikir,”Apa yang bisa aku berikan??”Yes, memberi memang harus dari apa yang kita punya. Jadi orang yang memberi sudah pasti karena dia memiliki (sudah menerima), namun orang yang memiliki belum tentu punya hati untuk memberi (berbagi). Dan pelajaran tentang memberi seringkali menyebabkan banyak salah sangka. Sebagian orang nyinyir bahwa Sang Pembicara sedang meminta-minta dengan halus, sementara ada juga yang merasa tertuduh karena secara materi tidak memiliki sesuatu yang berlebih untuk dibagikan.

Memberi membangkitkan rasa syukur bagi yang diberi, dan menghadirkan pujian bagi nama Tuhan Sang Pemelihara hidup. Memberi memperkaya hati kita dengan kepuasan dan kebahagiaan, karena dengan memberi membuat hidup kita memiliki arti.
Kembali ke pertanyaan semula,”Apa yang bisa kita berikan?”

1.    Nasihat dan teguran
Ada banyak orang yang menahan nasihat dan teguran kepada sesamanya dengan alasan karena bukan urusannya atau segan dengan yang diberi nasihat atau teguran. Padahal dalam banyak keadaan teguran juga nasihat yang baik justru menyelamatkan seseorang dari kesalahan yang fatal. (Amsal 27 :5)lebih baik teguran yang nyata-nyata daripada kasih yang tersembunyi. Karena apa ? (Ammsal 6 : 23)karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan. Nasihat, teguran, adalah tuntunan bagi mereka yang sedang buta dan tidak tahu jalan. Jadi Nasihat yang baik dengan tujuan baik adalah pemberian yang sangat tidak ternilai harganya.

2.    Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan yang kita miliki bisa menjadi pencerah bagi orang lain. Bahkan manfaatnya bisa dirasakan seumur hidup orang yang mau menerimanya. Alm. Ibu saya adalah seorang Guru SD. Saya ingat sekali hampir setiap hari setelah penerimaan murid baru, teras rumah kami didatangi murid-muridnya yang belum bisa membaca menulis. Ibu tidak memungut bayaran sedikitpun kepada mereka. Selain karena murid-muridnya dari kalangan tidak mampu, Ibu pernah mengatakan,”Ilmu yang bisa aku bagikan saat ini. Dan aku berharap ini akan menjadi modal besar bagi hidup mereka” kalau boleh menirukan perkataan Petrus (dengan diganti sedikit),”Emas dan perak tidak ada padaku. Yang ada ilmu dan aku mau membagikannya kepadamu” dan memang benar amal Ilmu berkatnya tidak pernah terputus. Kepuasan Ibu adalah melihat beberapa murid yang dulunya tidak bisa membaca terdengar kabar sudah menjadi pejabat. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita membagikan ilmu kita agar lingkungan kita menjadi lingkungan yang cerdas dan terdidik? Atau malah sengaja menyimpan ilmu agar kita bisa memanfaatkan kekurangan orang lain?

3.    Hati, Telinga, dan Mulut
Zaman sekarang banyak sekali orang yang menderita tekanan kejiwaan. Ada yang melampiaskannya di media sosial, ada pula yang memilih diam memendam semua rasa lalu mengakhiri hidup dengan cara yang tragis. Bersyukurlah jika teman kita memiliki niat untuk membagi bebannya dengan bercerita. Karena berarti dia masih memiliki harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Dan selama masih memiliki harapan untuk hidup yang lebih baik maka dia masih bisa diselamatkan dengan rengkuhan, kata-kata bijak, dan pendampingan yang secukupnya. Pelayanan ini membutuhkan hati yang rela dan sabar, telinga yang rela untuk mendengarkan, dan mulut yang rela untuk terbuka dan tertutup. Terbuka untuk memberi nasihat dan doa. Tertutup untuk menjaga setiap rahasia yang sudah dipercayakan.

4.    Harta benda dan apa yang dimiliki
Tidak perlu menunggu menjadi kaya raya untuk dapat berbagi kebahagiaan dan milik. Saya belajar dari salah seorang istri penatua  Gereja. Beliau sudah janda, hidup dari pensiun alm suaminya dan sudah tentu pemberian dari anak-anaknya. Namun kegemarannya untuk berbagi tidak bisa dihentikan oleh keadaan. Jika memasak selalu dengan sengaja dilebihkan agar bisa dibagikan kepada tetangga yang kurang beruntung. Apa saja yang bisa dibagikan dibagikan. Kebahagiaan yang terpancar di wajahnya bukan semata-mata pemeliharaan Tuhan di masa tua dan sendirinya. Kebahagiaannya memancar karena dia merasa hidupnya bermanfaat.

Siapakah yang harus kita beri?
 Tentu saja mereka yang berkekurangan dan membutuhkan. Prioritas pertama dalam hal pemberian adalah orang-orang kudus (orang-orang yang sudah dikhususkan). Dikhususkan untuk melayani Bait Allah. Perhatikan kehidupan mereka yang fulltimer melayani Tuhan yang masih membutuhkan sokongan. Pemberian kepada mereka ini lain / berbeda dengan persembahan wajib kita di Gereja. Pemberian kasih kita tidak dibatasi KOLEKTE dan PERPULUHAN. Pemberian memiliki arti yang sangat luas.
Seorang teman pernah mengatakan, kebanyakan merasa sudah cukup memberi ketika sudah memberikan persembahan di rumah-rumah ibadat. Lalu merasa halal ketika menolak untuk memberikan bantuan kepada yang berkekurangan. Merasa tidak bersalah ketika menahan kelebihan dari mereka yang membutuhkan.
Sangat  menyedihkan jika kehidupan kita seperti itu bukan? Masing-masing sudah ada pos atau kantongnya. Bukankah ibadah yang sejati adalah : (Yakobus 1 : 27)ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita,  ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia. Pasti ada yang dibawa dan diberikan kepada mereka bukan? Bahkan Allah sendiri juga mengatakan bahwa (Matius 9 : 13a) Yang ku kehendaki adalah belas kasihan dan bukan persembahan. Semoga saya tidak salah mentafsirkan : bahwa dari ayat ini kita belajar bahwa Persembahan di Rumah-Rumah Ibadah adalah hal yang wajib bagi kita, namun jangan sampai melupakan belas kasihan kita kepada mereka yang kurang beruntung. Pengamsal sendiri pernah menuliskan (Amsal 19 : 17)Siapa menaruh belas kasihan kepada orang lemah, memiutangi Tuhan yang akan membalas perbuatannya itu.
Jadi...mari kita belajar peka dengan sekeliling kita. Jika kita tak sanggup memberi makan lima ribu orang, berilah kepada 1 orang yang lapar dan meminta-minta. Jika kita tidak sanggup membangun rumah besar bagi para duafa, mari kita menolong orang-orang yang mungkin sedang bermasalah dengan rumah tinggalnya.
Singa pasti aakan memperanakkan singa, jika kita mengaku menjadi milik dan anak-Nya, mestinya kita memiliki spirit dan karakter seperti DIA yang suka memberi, suka menolong, suka menunjukkan belas kasihan kepada kita. (RE)