Gereja
Pantekosta di Indonesia (GPdI) jemaat Ngunut, saat ini berkedudukan di Kompleks
Ex. PG Kunir, Jl. Kaliwungu, desa Kaliwungu, kecamatan Ngunut, kabupaten
Tulungagung, Jawa Timur.
Berjemaatkan
sekitar 1.400 jiwa terdiri dari orang dewasa, remaja, juga anak-anak. Saat ini Gereja ini digembalakan oleh Ibu
Hanna Johannes (menggantikan alm. Bpk. Pdt. Johannes Ong) dibantu oleh Putera
Sulung, anak kedua mereka Pdp. Yonathan Yohannes.
Meskipun
pada awal berdirinya Gereja Kunir ini sempat diwarnai pro dan kontra, namun
pada akhirnya kita tetap saja melihat cerita yang sarat dengan cinta kasih,
kesetiaan, loyalitas, juga persatuan jemaat bersama warga lingkungan sekitar
dalam rangka mewujudkan cita-cita yang mulia.
Dari
kisah ini kita bisa melihat, bahwa
kesetiaan dari perkara yang kecil akan membuat Tuhan mempercayakan kepada kita
satu pekerjaan yang besar. Karena sesungguhnya Tuhan memberikan upah yang luar
biasa bagi setiap orang yang bertekun bekerja bagi DIA.
Sejarah
berdirinya GPdI Ngunut
Pelayanan
GPdI Ngunut dirintis oleh Bpk. Pdt Soebarto. Karena terjadinya perbedaan
pendapat atau pandangan dalam tubuh organisasi GPdI, Bapak Pdt Soebarto
memutuskan untuk melayani Tuhan dalam naungan organisasi Gereja Bethel Injil
Sepenuh, yang sampai sekarang di lokasi setempat dikenal sebagai Gereja
Tabernakel.
Keputusan
ini tidak mendapatkan sambutan yang baik dari sebagian sidang jemaat, sehingga
terjadi pemisahan ibadah. Beberapa jiwa tetap menghendaki tetap berafiliasi
dengan GPdI dan dilayani oleh hamba Tuhan dari GPdI juga.
Jemaat
yang teguh mempertahankan GPdI ini akhirnya dilayani oleh Hamba-Hamba Tuhan
dari Wlingi – Blitar, yang saat itu digembalakan oleh Bpk. Pdt. Liem Pian Koen
/ Rusli. Beliau mendelegasikan pelayanan
sidang jemaat di Ngunut itu kepada salah seorang pengerja GPdI Wlingi yaitu
Bpk. Pdt. Tan Siauw Sian/ Zakheus S
Ketika
tahun 1959 Bpk. Pdt. Tan Siauw Sian dipindah-tugaskan ke Situbondo, pelayanan
di Ngunut dipercayakan oleh Pdt. Rusli untuk dilayani oleh pengerja GPdI Wlingi
yang lain, yaitu Sdr. Ong Piek Tong/ Johannes.
Tempat ibadah saat-saat itu masih berpindah dari
satu rumah jemaat ke rumah jemaat lain,
sampai akhirnya mendapat rumah sewa sementara di pinggir jalan raya Blitar,
sisi selatan jalan, sebelah barat +/- 75 meter dari doplangan (palang pintu) kereta Gilang-Pabrik Gula Kunir.
Riwayat pelayanan Bp. Pdt.Johannes/
Ong Piek Tong :
Tahun 1933, pada
tanggal 19 Agustus
lahirlah Johanes kecil dari keluarga sederhana (suku Jawa asli) di
Dampit Malang. Sebelum
meninggal dunia, sang Ibu menyerahkan Johannes kecil ini kepada Bidan yang membantu proses kelahirannya.
Tidak lama setelah itu Johannes diangkat
menjadi anak oleh Bp. Ong Tjong Yoe/Jacob & Ibu Saini, yang tidak lain
adalah mertua dari Bp. Pdt. Liem Pian Koen/Rusli.
Johannes
kecil ini diberi nama Tionghoa Ong Piek Tong. Dia bertumbuh dengan baik dan sampai
masa remaja rajin beribadah dan ikut terlibat dalam pelayanan.
Tahun 1957 beliau terpanggil untuk belajar
Firman Tuhan dan mengikuti pendidikan di Sekolah Alkitab di Lawang yang pada
waktu itu lama pendidikannya adalah selama 7 (tujuh) bulan.
Tahun 1958 beliau melanjutkan pendidikan dan masuk
sekolah Alkitab kelas II. Setamat pendidikan ini beliau menjadi pengerja di
GPdI Wlingi Blitar yang digembalakan oleh Pdt. Liem Pian Koen/Rusli (kakak
angkatnya).
Tahun 1959 sebagai pengerja, beliau mulai
ditugaskan melayani jemaat GPdI Ngunut (melanjutkan pelayanan Bp. Zakheus S. yang
dipindahtugaskan ke Situbondo) dengan bermodalkan/ menggunakan sepeda onthel (sepeda kayuh – onta)
Ketika
melayani sidang jemaat ini beliau harus rela mengayuh sepeda ini dari Wlingi Blitar ke Ngunut (jarak tempuh
diperkirakan -/+ 40 km). Sesekali, setelah pelayanan, ybs diminta tinggal/menginap
di rumah jemaat untuk memulihkan tenaganya. Tapi hampir sebagian besar, setelah
melayani jemaat, beliau langsung kembali ke Wlingi dengan sepedanya.
Tahun 1962 Tuhan mempertemukan Bpk. Pdt.
Johannes Ong ini dengan tulang rusuknya yaitu Ibu Sie Swie Hiang/ Hanna di
Wlingi, Ibu Hanna, ketika gadis adalah
seorang pemudi GPdI Wlingi yang pada tahun 1961 mengikuti Sekolah Alkitab di
Beji Batu Malang kelas I, angkatan 7)
Pada
tanggal 28 Maret 1962 mereka memutuskan untuk menikah dan melayani Tuhan bersama-sama
sepenuh waktu. Pernikahan kudus ini dipimpin oleh Bpk. Pdt. R.M. Soeprapto
(Gembala GPdI Jl. Aries Munandar – Malang) dan dihadiri beberapa pionir GPdI
yaitu Bpk. R.G. Broadland beserta Ibu M. Broadland (Beji-Batu) beserta Bapak
dan Ibu Flora Daniel
Setelah
menikah, Johannes muda ini langsung memboyong istrinya untuk tinggal menetap dan
melayani di Ngunut – Tulungagung. Kepada mereka berdua Tuhan mengaruniakan tiga
(3) orang putri dan dua (2) orang putra. Mereka tinggal di rumah kontrakan di
timur pasar tradisional milik Bp. Prawiro ayah dari Bp. Haryanto yang di
kemudian hari mengenal Tuhan lalu menjadi jemaat.
Jemaat
yang dilayani pada waktu itu berjumlah 20 sampai dengan 25 jiwa terdiri dari (
12 jiwa anak-anak, 8 – 12 jiwa dewasa). Dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun.
Rumah sewa ini berfungsi sebagai pastori
sekaligus sebagai tempat ibadah. Karena letaknya di timur pasar tradisional,
maka seringkali disebut Gereja Etan Pasar
(Gereja Timur Pasar).
Tahun 1966-1967 mengalami peningkatan jumlah jiwa
yang cukup signifikan sehingga dibutuhkan ruang ibadah yang lebih memadai dan
bisa menampung jemaat. Atas inisiatif salah satu jemaat (Bp. Lo Sien Tjhai/Tjahjono Soesilo– saat itu menjadi penanggung jawab kompleks
ex Pabrik Gula Kunir – Ngunut), beliau mencarikan tempat untuk bisa
dibangun gedung gereja baru yang diimpikan.
Berdasarkan
kesepakatan bersama sidang jemaat maka diputuskanlah bahwa tempat itu adalah
lahan yang ada di dekat jalan raya
Blitar, dalam komplek ex PG Kunir. (Penentuan lokasi yang akan dibangun gereja
ini tidak terlepas dari peranan Bp. Waris – saat ini tinggal di seberang
selatan gereja, yang mengetahui persis rumah-rumah yang sebelumnya dihuni oleh
pejabat-pejabat Pabrik Gula Kunir era pemerintahan Belanda)
Dengan swadaya dan tenaga seluruh jemaat dan bantuan tenaga dan material
dari PNP XXI PG. Ngadirejo dan juga tenaga karyawan ex Pabrik Gula Kunir yang
dikerahkan oleh pihak pimpinan, Maka dimulailah proses pembangunan bangunan
Gereja yang didambakan.
Tahun 1968, setelah dikerjakan kurang lebih
selama 1 (satu) tahun, gedung gereja baru ini selesai dikerjakan dan mulai 7
Juli 1968 gedung gereja diserahterimakan oleh Bp.Bambang Soekamto Hadiwidjojo
selaku pejabat Administrateur PNP XXI PG. Ngadirejo kepada Bp. Moesoto selaku
ketua I panitia pembangunan Gereja
Pantekosta di Indonesia Ngunut. Setelah itu kegiatan ibadah/kebaktian
dipindahkan ke gedung gereja baru yang berlokasi 1 km sebelah timur dari gereja
lama. (catatan: walaupun kegiatan ibadah
sudah pindah, namun pastori hunian gembala tetap berada di rumah lama).
Pemekaran Wilayah
Pelayanan
Pelayanan
di bawah penggembalaan Bpk. Pdt. Johannes Ong ini mengalami perkembangan dan
perluasan daerah pelayanan.
1. Daerah Panjerejo
Pelayanan di daerah Panjerejo mulai dilayani atas permintaan alm. Ibu
Nasrun yang menyediakan rumahnya untuk kegiatan ibadah. Selanjutnya cabang Panjerejo ini
diserahkan kepada Pdt. Yusak Suparman, yang merupakan kaum pertama yang kenal
Tuhan dan kemudian menyerahkan hidupnya melayanai Tuhan dengan masuk pendidikan
di Sekolah Alkitab Beji, Batu. Beliausempat ditempatkan berpraktek di GPdI
Ketapang – Jakarta
di bawah penggembalaan Pdt. AH. Mandey.
2. Daerah Rejotangan
Di awali dengan terjadinya mujizat
saat mendoakan Utomo (salah seorang anak
dari pasangan Bp. Salamun dan Ibu Suwandi yang tidak mampu berjalan di usia 3
tahun). Mujizat ini membuat keluarga
besar Ibu Suwandi menyediakan sebagian dari rumahnya untuk dijadikan tempat
ibadah juga tempat tinggal gembala. Pelayanan di tempat ini di kemudian hari
diserahkan kepada Sdr. Samuel Winarso.
Juga ada beberapa daerah lain yang
pada akhirnya diserahkan untuk digembalakan oleh Hamba-hamba Tuhan perintisan.
Ibadah
Raya di hari Minggu dilakukan di GPdI Kunir. Sedangkan untuk ibadah-ibadah
wadah di sepanjang minggu (Senin – Sabtu) dilakukan di masing-masing Rayon.
Sampai saat ini ada 12 Rayon yang rutin melakukan ibadah wadah, untuk melayani
secara intensive di wilayah-wilayah terdekat.
Statistik kehadiran
jemaat dalam kegiatan ibadah dari tahun 1962 :
1962
ada sekitar 20-25 orang (anak-anak 12 orang, dewasa 8 -12 orang)
1969
anggota dewasa sekitar 80 orang
1975
anggota dewasa sekitar 150 orang
1997
-2000 anggota dewasa sekitar 500 orang
2000
-2006 anggota dewasa sekitar 700 orang, sedangkan jumlah remaja, pemuda-pemudi
dan anak-anak sekitar 400 orang
2011
, anggota dewasa yang aktif bergereja sekitar 900 orang, remaja 100 orang dan
anak-anak 400 orang.
Catatan:
Pasca gerakan G30S/PKI, kebijakan pemerintah
yang mengharuskan setiap warga Negara
RI harus menganut agama yang
diakui pemerintah, cukup memberi dampak terhadap pertambahan jemaat pada tahun
1965-1967-an.