Rabu, 25 November 2009

Sayaaang, Mamaa !!

Sabtu sore yang digelayuti mendung, kami dengan formasi lengkap bercengkerama di kamar tidur. Tingkah polah dan celoteh anak-anak membuat kami sering terbahak-bahak. Hal yang seringkali membuat suami saya cemburu adalah jika anak-anak sedang berebutan untuk memeluk saya sampai berkelahi, sementara memilih untuk menyueki (halah) mengabaikan papanya.

“Farrel, kamu sayang Mama tidak?” tanya suami saya menginterupsi keasyikan Farrel (si Sulung) yang tengah mengacak-acak flashcard nya

“Enggak !” jawab Farrel dengan gaya cadelnya

Suami saya langsung terbahak-bahak dan berseru,”Wah, mamamu bisa patah hati tuh cintanya tak kau balas!”

Berhubung lelah mengamankan si Bungsu, Joshua yang tidak bisa diam saya hanya tersenyum terus duduk leyeh-leyeh (duduk setengah rebahan). Entah Farrel yang baru dua tahun itu menyadari bahwa jawabannya bisa saja melukai perasaan saya atau hanya suatu kebetulan dia menatap saya sambil tersenyum, lalu duduk di atas pangkuan saya dan memeluk erat. Saya membalasnya dengan usapan lembut di punggungnya…dia lalu mengangkat wajahnya menatap tepat ke mata saya. Kedua tangan mungilnya membelai lembut pipi saya sambil berkata,”Sayaaang mamaa! Muaaahh!” Lalu dia memeluk saya lagi lebih erat dari sebelumnya, saya pun membalas,”Mama juga sayang Farrel !”

Sekali lagi dia menepuk pipi saya, mengerling nakal dan memberikan kecupan kilat..Muaach..dan kembali meneruskan bermainnya.

Kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Farrel memang masih terbatas. Bahkan kadang-kadang saya perlu waktu untuk menterjemahkan bahasa bayinya. Tapi pelukan dan kecupan nya mewakili banyak kata yang belum bisa dia ungkapkan dengan jelas. Bahkan kalau boleh jujur, getaran cintanya terus terbawa kemana pun saya pergi.

Betapa perbuatan dan sikap nyata jauh bermakna daripada kata-kata. Di sekeliling kita, banyak yang terbuai kata cinta hingga buta melihat suatu kenyataan yang sebaliknya. Banyak pula yang akhirnya menyadari ketika semuanya terlambat dan ada harga yang terlalu mahal untuk menebusnya.

Bagaimana dengan kita? Apakah perbuatan kita relevan dengan apa yang kita ucapkan? Ataukah jauh bumi dengan langit?

Apakah kita adalah orang yang membiarkan pasangan kita kesepian karena lebih asyik mengurusi hobi kita.. padahal mungkin di menit yang baru saja berlalu, kita mengucapkan,”I Love You?”

Apakah kita adalah orang yang gemar mengecewakan pasangan kita karena mengingkari janji, namun di saat yang sama mengucapkan betapa kita setia kepadanya?

Apakah kita orangtua yang gemar membohongi anak-anak kita, namun di saat yang sama mengajari mereka untuk jujur dan terbuka?..hati-hati, kejernihan hati dan kepolosan mereka tetap bisa menangkap ketidakjujuran kita lho

Apakah kita orangtua yang selalu menghimbau anak-anak untuk rajin beribadah, sementara kita sendiri enggan untuk melakukannya?

Masih banyak hal bertolak belakang yang tak mudah disebutkan satu per satu di sini, namun saya yakin…kita sudah sama-sama dewasa untuk bisa menelaahnya, bukan? Bahwa kita dituntut bukan hanya handal berbicara tapi tak mampu berbuat dengan baik. Karena perbuatan kita adalah bukti dari pengertian yang kita ucapkan.

^^^
Duh, sakit dua hari membuatku tak mampu merangkai kata-kata dengan baik, mudah-mudahan bisa ditangkap maknanya, ya?

Jakarta, 23 November 2009

^^^

Selasa, 17 November 2009

Mengenal bukan Mengira-Ngira

Suatu hari di peradilan Negeri kekekalan, terjadilah percakapan antara Manusia (Terdakwa) Iblis (Pendakwa) dan Tuhan (Hakim Sekaligus Pembela) :

Iblis : “Tuhan seru sekalian alam, saya menuntut manusia ini menjadi teman abadi saya di Neraka. Karena selama hidupnya telah melakukan penyembahan berhala dengan cara meminta pertolongan kepada dukun dan dewa-dewa asing!” Bukankah tertulis :

Ephesus 5:5 Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah.

Demikian tuntutan yang dia bacakan bagi arwah manusia yang sedang di meja peradilan Negeri kekekalan.

Lalu diputar-Nya lah video rekaman kehidupan. Benar di sana manusia tersebut memang melakukan dosa yang didakwakan Iblis kepadanya.

Tuhan : “Melihat rekaman hidupnya yang tidak sempat mengakui dosanya dan bertobat, AKU mengabulkan tuntutanmu, Iblis!”

Manusia : “Tunggu dulu, Tuhan !! Jangan sampai ANDA salah memutuskan, rasanya ada yang terlewat dalam menilai video rekaman hidupku ini!”

Tuhan : “Pembelaan apa yang ingin kau ajukan, Manusia?”

Manusia : “Tuhan, semasa hidupsaya memang sering ke dukun untuk meminta pertolongan. Saya juga sering mengunjungi dewa-dewa asing tak dikenal. Karena menurut saya itu tidak salah.”
“Menurut pendapat saya, Tuhan bisa memakai siapa saja untuk memberikan pertolongan termasuk para dukun dan dewa-dewa asing itu”
“Jadi menurut saya (lagi menurutnya) apa yang saya perbuat tadi tidak bisa dikategorikan sebagai dosa yang membawa saya kepada kebinasaan. Tidak bisa, Tuhan!! Mohon ditinjau ulang!”

Tuhan : “Lho, apa kamu tidak mendengar pasal dan ayat yang dituntutkan Iblis tadi?”

Manusia : ”Iya, saya mendengarnya. Tapi kan saya tidak tahu kalau ada ayat yang menuliskan demikian? Saya bertindak berdasarkan perasaan dan keyakinan saya seperti yang saya sebutkan di atas!”

Tuhan : “Mengapa kamu sampai tidak tahu bukankah semua sudah tertulis dalam kitab suci, dan bukankah seringkali sudah didengungkan oleh hamba-hambaku di atas mimbar? Duhai manusia, hokum-Ku bersifat Mutlak dan Kekal tidak ada satupun yang bisa membatalkannya. Sekarang, enyahlah kamu dari hadapan-Ku!”

~ ! ~
Ilustrasi di atas hanyalah mewakili satu dari sekian banyak dosa yang tampaknya bukan dosa. Sesuatu yang tampaknya abu-abu karena menurut nalar atau pemikiran kita bisa dibenarkan.

Masih banyak hal lain yang tampak begitu rancu, sampai-sampai ada pernyataan seperti ini,”Dosa itu hanya TUHAN yang bisa menilainya. Kamu tidak bisa menilai apakah perbuatanku DOSA atau tidak bukan!”

Jika pernyataan tersebut adalah untuk menyatakan bahwa hanya Tuhan yang berhak menghakimi, maka saya setuju. Namun jika manusia sampai tidak tahu apakah yang diperbuatnya itu berdosa atau tidak. Maka sesungguhnya dia sedang mengira-ngira sebuah jalan untuk suatu tujuan yang masih semu juga.

Pendapat, perasaan dan keyakinan kita bukanlah kebenaran yang sesungguhnya. Bersifat subyektif dan tidak bisa dijadikan suatu pembelaan jika kelak kita ada di hadapan tahta-Nya..

Namun sayang sekali, seringkali kita memilih untuk berjalan berdasarkan pendapat, keyakinan dan perasaan kita tentang kebenaran tanpa mencari dasar yang menjadi pijakannya yaitu Firman Tuhan dalam terang pimpinan Roh Kudus.

Ketika kita mengira-ngira apakah sesuatu itu berkenan atau tidak berkenan kepada Tuhan, sebenarnya kita sedang berjalan dengan kebenaran yang kita ciptakan sendiri dan belum tentu sesuai dengan kehendak Allah. Dan kita tentunya tahu, jika kita berjalan di jalan yang tidak dikehendaki-NYA maka akhir dari perjalanan hidup kita adalah di dalam penghukuman

Pro 14:12 Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut.

Itulah sebabnya, perlu bagi kita untuk mengenal siapa TUHAN yang sebenarnya. Bukan dari kata orang, bukan dari hasil analisa kita (yang belum tentu benar), bukan pula dari penciptaan karakter Tuhan yang kita buat berdasarkan pendapat pribadi. Anda tahu, ini bisa berakhir kepada kebinasaan.

Hos 4:6 Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah; karena engkaulah yang menolak pengenalan itu maka Aku menolak engkau menjadi imam-Ku; dan karena engkau melupakan pengajaran Allahmu, maka Aku juga akan melupakan anak-anakmu.

Kenali – lah TUHAN dari surat-surat cinta-NYA…di dalam Alkitab. Kenalilah DIA dalam persekutuan pribadi dan persekutuan jemaat raya. Kenalilah DIA ketika masa sukar datang menindis kita. Juga dimasa suka ketika hidup terasa ringan bersayap.

Pengenalan akan Tuhan itu sebuah proses yang berlangsung terus menerus. Dan diperlukan sikap yang konsisten didalam membangun hubungan pribadi dengan-NYA. Dibutuhkan kerelaan menyisihkan waktu terbaik untuk berdoa, kesediaan untuk menyediakan waktu terbaik untuk menyelidik Firman-NYA, dan ketaatan yang penuh di bawah pimpinan Roh Kudus.

Jika hidup manusia adalah sebuah perjalanan menuju kepada kekekalan, maka :
• Doa kita adalah sarana komunikasi untuk mendapatkan petunjuk dari Sang Pemilik Kekekalan itu.
• Alkitab adalah PETA yang menunjukkan jalan mana yang mesti kita tempuh, juga pelita bagi hati kita.
• Roh Kudus adalah Penolong bagi kita agar kita senantiasa berkemenangan

Semakin kita intens dalam berdoa, menyelidik Firman, dan akrab bergaul dengan Roh Kudus percayalah bahwa kita akan mengenali TUHAN melalui kacamata yang benar. Dan kita akan dipimpin-NYA melalui jalan-jalan yang benar bukan sesat.

Tuhan dan Firman-NYA adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Kita tidak bisa mengatakan bahwa kita mencintai Tuhan tapi tidak mencintai Firman-NYA. Karena Tuhan dan Firman-NYA dalah SATU

Joh 1:1 Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.

Perhatikan kalimat ini : dan Firman itu adalah Allah. Firman = Allah, Allah = Firman. Saya tidak mengatakan Alkitab itu adalah Allah, saya mengatakan FIRMAN itu adalah ALLAH (mohon koreksi jika penafsiran saya salah – khususnya kepada yang berkompeten di bidangnya)

Mungkin seorang pembaca akan bertanya di dalam hatinya,”Ris, kamu sudah sukses mengenal Allah?’

Saya akan menjawab dengan jujur,”Belum sepenuhnya mengenal. Bahkan seringkali saya terkaget-kaget jika mendapati karakter-NYA yang di luar dugaan saya sebagai manusia. Masih sering terkaget-kaget ketika mendapati bahwa apa yang selama ini saya anggap benar, ternyata salah besar!”

Ketika saya menulis ini pun, ada seruan lembut di hati saya,”Masihkah kamu bergairah menyelidiki Firman itu, Riris?”

Ketika saya menulis ini..ada pertanyaan lembut di hati saya,”Masihkah kamu memiliki hati yang rela untuk dididik, diajar, dan dipimpin oleh Roh Kudus?”

Ketika menulis ini sebenarnya saya pun sedang diajar untuk seperti yang saya tulis. Saya menyadari siapa saya. Bahwa saya manusia yang masih dalam proses penyempurnaan namun masih jauuh dari sempurna. Dan setiap ayat Firman Tuhan yang saya pakai dalam tulisan saya ibaratnya pedang bermata dua…bukan hanya untuk teman-teman pembaca, tapi juga untuk saya yang menulis :

Ibrani 4:12 Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita.

Dan saya rasa setiap umat-NYA yang belajar melayani DIA akan bertekad seperti Rasul Paulus :

1Co 9:27 Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.

Mudah-mudahan sedikit “latihan” menulis saya kali ini bermanfaat bagi teman-teman semua. Sehingga kita makin mengenal Allah secara pribadi bukan mengira-ngira atau berpijak dari pendapat orang lain, melainkan menyelidik dan mengalami kehadiran Allah dalam kehidupan kita sehari-hari.

Ayub 42:5 Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.

Mudah-mudahan kita tidak lagi mengira-ngira kebenaran, tapi menemukan kebenaran yang sesungguhnya .. hidup dan menghidupi kebenaran itu senantiasa.

Roh Kudus kiranya memberikan pencerahan dan penerangan ini lebih jauh kepada kita semua, melebihi segala akal, daya dan kemampuan saya untuk menyampaikan maksud dalam tulisan ini. Amin

Sabtu, 14 November 2009

Ini tentang mimpi, kawan !

Ini tentang mimpi, kawan
yang berserak di kotak maya
terhambur dalam buaian waktu

aku tengah memungutinya, seperti berlian
lalu menguntainya dalam benang harapan
ku menguncinya dengan doa
meyakininya menjadi nyata

ini tentang mimpi
sedari kecil
yang pernah kandas dihempas ketidakberdayaan
seolah sirna bagai uap

mimpi-mimpi itu datang lagi
mengusik kenyamananku
tidak membiarkan aku diam
membiarkannya musnah lagi

ini tentang mimpi
yang ku tak tahu hendak dimulai dari mana
untuk membangunnya
menjadi jembatan di alam nyata

ini tentang mimpi
yang seperti api di bawah tungku air
membuat darahku mendidih dan meletup-letup
membuat gelembung semangatku membuncah
dan napasku sengal

mimpi...mimpi yang kubangun dan pernah kandas
kini datang lagi
------
November 14, 2009
-----"

Senin, 09 November 2009

Bu Guru

“Sedang membuat apa, Bu?” tanyaku ketika melihat Ibuku sedang asyik memotong-motong kertas manila warna merah muda.

“Ibu sedang membuat kartu bermain untuk kita berdua. Kamu mau kan bermain bersama ibu?”

“Waah?? Kartu bermain? Untuk kita bermain, Bu? Tentu aku mau bermain bersama Ibu. Aku kan senang bersama-sama Ibu!”

“Baik kalau begitu, kamu jangan ngerusuhi (mengganggu) ibu dulu, supaya kartunya bisa segera selesai, ya? Sana gih, kamu main bersama mbak Alis dan Dik Guntur di rumahnya!”

Saya pun segera pergi meninggalkan ibu bermain bersama tetangga saya dengan harapan kartu bermain yang ibu buat bisa segera dipakai bermain.

Minggu pagi, setelah saya selesai mandi dan sarapan ibu pun mengajak saya bermain kartu buatannya.

“Hari ini, Ibu akan mengajakmu bermain membaca kartu. Kamu hapalkan ya? Ini A..yang ini I..U..E..dan O!”

Setelah berkali-kali diminta menghapalkan, Ibu pun menguji ingatan saya dengan cara mengacak susunan kartu-kartu yang bertuliskan huruf-huruf vokal tersebut. Lalu pelan-pelan ibu menuntun tangan saya untuk berlatih menulis.

Keesokan harinya kartu-kartu tersebut dipasangkan dengan huruf konsonan (huruf mati) dan beginilah cara ibu mengajar. Beliau tidak pernah menyebutkan huruf konsonan dengan cara Be, Ce, De…melainkan Beh..Ceh..Deh..

“Riris, kalau ‘Beh’ digabungkan dengan huruf ‘A’, maka bunyinya ‘Ba’, jika digabungkan dengan huruf ‘I’ maka bunyinya ‘Bi’…dan seterusnya”

Demikianlah cara Ibu mengajar saya membaca waktu itu, hingga akhirnya sebelum TK, saya sudah lancar membaca dan menulis.

Seingat saya, Ibu tidak pernah memaksa saya untuk belajar beliau selalu mengajak belajar sambil bermain. Sehingga proses belajar berlangsung begitu menggembirakan tidak menekan perasaan. Alat-alat peraganya pun hasil kerja tangannya sendiri. Bukan hasil browsing di intenet dan belanja online (karena waktu itu internet belum ada di daerah kami), juga tidak membeli di toko. Begitu sederhana, namun ilmu yang diturunkannya mudah sekali diserap. Jika saya mulai tidak focus biasanya ibu menyudahi acara belajar sambil bermain itu

Ibu saya seorang guru SD, sekalipun pada akhir jabatannya beliau adalah seorang Kepala Sekolah SD, namun saya lebih senang menyebut beliau seorang guru. Di lingkungan tempat saya tinggal beliau dikenal sebagai orang yang sabar dalam menghadapi murid-muridnya. Tak jarang jika mendapati murid yang tertinggal karena daya tangkapnya yang kurang, maka tak segan memberikan pelajaran tambahan Cuma-Cuma di rumah kami..…kata ibu bayaran yang sangat tak ternilai adalah ketika anak-anak yang diajar bisa menjadi lebih mengerti, lebih bisa menangkap pelajaran dan lebih percaya diri.

Mengingat di era 80an di lingkungan kami banyak anak yang terlahir dari orang tua yang buta huruf, rasanya tak mengherankan jika banyak muridnya yang membutuhkan tambahan pelajaran di rumah khusus untuk membaca dan menulis. Suasana rumah kami waktu itu seringkali ramai dengan tingkah polah murid Ibu yang begitu antusias belajar membaca. Dan biasanya seusai memberikan pelajaran tambahan Cuma-Cuma itu wajah ibu kelihatan lebih berseri karena puas. Puas karena para murid sudah bisa membaca dan menulis, puas karena pengorbanannya tidak sia-sia.

Tak terhitung betapa banyak muridnya yang sudah menjadi orang penting di dalam jawatan pemerintahan.

Juga tak jarang ibu mendapatkan diskon yang lumayan besar jika berbelanja. Pernah beliau bertanya,”Kok diskonnya akeh emen, mengko sampeyan rugi lho! Wis sak mene wae!!” (kok diskonnya banyak banget, nanti kamu rugi lho..sudah segini saja..) kata ibu sambil menambahkan sejumlah harga.

Sang pemilik toko atau kios pun menjawab,”Bu, apa ibu lupa dengan saya? Saya kan yang dulu ibu ajar di SD 04? Itu lho bu, yang tidak bisa membaca dengan lancar, tetapi karena ibu telateni di rumah saya jadi lancar membaca dan menulis. Biarlah bu, izinkan saya memberikan diskon segitu sebagai tanda hormat saya!”

Begitu selalu..jika bertemu dengan murid-muridnya beliau selalu mendapatkan perlakuan khusus.

Ibu tak segan mencemplungkan kami ke dalam wadah-wadah kesenian untuk mengasah bakat tersembunyi yang kami miliki. Minimal, kelima anaknya mengalami les tari tradisional. Khusus saya, ibu gemar sekali menjajal saya dalam banyak bidang. Mulai dari menari, menyanyi, mengarang, bahkan teater. Jadi saya pun sempat mencicipi les tari tradisional, les menyanyi keroncong, dan teater.

Banyak hal baik yang beliau wariskan kepada kami anak-anaknya. Juga kepada lingkungan yang disentuh oleh kehadirannya.

Yang membuat saya heran sampai saat ini adalah, jika saya pulang kampung. Banyak yang masih mengenali saya sebagai puteri ibu guru lho! Saya tidak yakin mereka mengingat dan mengenal saya..mungkin mereka mengira-ngira karena garis wajah dan suara saya yang mirip dengan ibu.

Karena mereka selalu bertanya demikian,”Mbak ini apa puterinya Bu Guru?”

Dan ketika saya menjawab “Iya, benar! Saya puterinya Bu Guru!” maka fasilitas yang mereka berikan kepada ibu otomatis saya nikmati..heheh..(sering-sering aja, saya dikasih diskon gede hehe)

Yang membuat saya terharu adalah mereka selalu menceritakan perbuatan baik ibu yang mana saja yang mereka ingat dan kenang. Yang membuat saya bangga jika saya bertemu dengan mantan atasan-atasan ibu adalah ketika mereka mengatakan bahwa ibu adalah bendahara yang jujur dan teliti; tidak ada satu sen pun yang terlewat dari catatan pembukuannya. Bahkan tim pemeriksa keuangan dari P&K (Pendidikan dan Kebudayaan) waktu itu sering dibuat berdecak kagum atas kelengkapan dokumen transaksi yang beliau bukukan.

Well, benar kata ibu,”Baik-baiklah kamu menjadi orang berlakulah jujur dan senantiasa menjaga nama baik diri sendiri dan keluarga! Karena hal-hal itulah yang akan kamu bawa ke Surga. Hal-hal itulah yang akan membuatmu dikenang sepanjang masa”

Pro 22:1 Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas.

Ibu memang tidak tercatat sebagai seorang Pahlawan Nasional ataupun pejuang dengan berderet-deret tanda jasa. Namun semangat juangnya untuk mengentaskan murid-muridnya dari buta huruf dan kebodohan telah mengukir sejarah tersendiri di hati mereka yang pernah diajarnya. Dan kemurahan hatinya untuk berbagi telah membuat orang-orang yang ditolongnya merasa memiliki teman dan merasa berharga.

Saya pribadi bangga memiliki ibu sepertinya. Jujur, seringkali saya bertanya dalam hati, sanggupkah saya menjadi wanita sepertinya? Yang mengasihi dan menghormati suaminya begitu rupa dan berbuat baik di sepanjang hidupnya? Yang menjadi kebanggaan anak dan cucunya? Sanggupkah saya menyerap nilai-nilai indah yang ingin sekali dia wariskan?

Pro 17:6 Mahkota orang-orang tua adalah anak cucu dan kehormatan anak-anak ialah nenek moyang mereka.

(Mengenang enam tahun kepergian ibu ke pangkuan Bapa di Surga. Di tulis dengan cucuran air mata sedih, haru dan bangga…..2 Nop 2009 – 2 Nop 2003)

Senin, 02 November 2009

Mama Dei

Dia bukanlah seorang wanita karier, bukan pula seorang wanita yang menggondol gelar kesarjanaan apalagi master ini dan itu. Mama Dei, demikian sapaan akrabnya, adalah wanita biasa seorang ibu rumah tangga dan oma dari cucu-cucunya. Dia adalah mama mertua saya.

Sekalipun beliau bukanlah wanita karier dengan segala titelnya, tapi ada banyak hal unik dan penting yang bisa aku pelajari dari pribadinya. Sebagai seorang ibu, sangat menyayangi putra-putranya. Terasa sekali bahwasanya dalam berbagai kesempatan berusaha adil dengan kedua putranya. Sebagai seorang istri, beliau adalah wanita yang sungguh-sungguh melayani dan mengabdi kepada suami. Sebagai seorang oma, beliau adalah oma yang cerdas untuk cucu-cucunya. Sebagai anggota majelis gereja, beliau tetap menempatkan posisinya sebagai hamba yang siap sedia melaksanakan tugasnya.

Ketika pertama berjumpa (sebelum kami menikah), sama sekali tidak tampak usaha nya untuk membuat jarak. Bahkan sebaliknya, sebagai calon mertua Mama Dei terasa sangat hangat dan bisa menerima saya apa adanya. Rasanya adeeem getoo. Ketakutan, kejaiman, bahkan jarak musnah begitu saja ketika kami ketemu. Langsung klik dan klop. Seperti teman asyik untuk diajak ngerumpi, belanja, sampai dengan curhat.

Ketika kami menikah, dan beliau sempat tinggal bersama kami ketika kelahiran anak kami yang pertama, tentunya beliau banyak melihat kekurangan saya sebagai menantu. Tapi sama sekali tidak memihak kepada anaknya jika kami berselilisih paham. Bahkan seringkali beliau memberikan pandangan2 yang mendamaikan. Ketika saya tersudut dengan pola pikir suami yang salah, beliau tampil sebagai pembela dengan cara yang lembut dan penuh damai.

Pokoknya jauh deh dari image2 mertua yang seram. Usut punya usut ternyata beliau itu memelihara saat teduh dengan cara yang simpel. Berdoa, baca firman, menghapal ayat dan praktek.

Pantaslah kalau beliau menjadi wanita kecintaan banyak orang, paling tidak : suaminya, anak-anak, mantu-mantu, juga cucu-cucunya. Pantaslah kalau roh yang lemah lembut itu makin tampak nyata dan membuat kami-kami ini segan untuk membangkang, karena beliau selalu bernaung dalam otoritas Allah. Sebelum bicara, sebelum menasihati, sebelum bertindak, beliau senantiasa menyertakan TUHAN. Tidak mengandalkan kepintaran yang pas-pasan. Tapi sungguh merupakan contoh nyata kehidupan yang mengandalkan Tuhan.

Saya berharap, bisa seperti beliau. Menjadi Istri dengan roh yang lemah lembut dan perkasa. Dimana hati dan pikiran dipenuhi hikmat untuk berkata-kata, entah itu menasihati, menghibur, ataupun mendorong orang lain. Saya juga rindu memiliki kehidupan yang menjadi suratan terbuka bagi banyak orang. Suratan yang menuliskan banyak hal yang baik dan patut dijadikan teladan

Mama Dei tetaplah manusia biasa yang masih jauh dari sempurna. Tapi keseriusannya memenuhi panggilan sebagai wanita bijak, cukup memberikan energi dan pengaruh yang positif bagi saya seorang aktivis gereja... untuk terus menerus melakukan koreksi atas kekurangan karakter saya.

Tuhan Yesus, terima kasih, Kau berikan aku mama mertua yang bisa menjadi alat pengajaranMU menjadi wanita yang Engkau kehendaki. Berkati beliau, supaya terus hidup dalam naungan kasihMU dan tinggal dalam otoritasmu dalam setiap jam dan waktu. Supaya bukan hanya kami2 yang merasakan dampak dari kehadiran Mu atas nya, tapi setiap orang yang dia sentuh boleh semakin mengenal kehendakMU dalam suratanMU yang terbuka

Mama Dei, terima kasih : sudah mau terima saya sebagai menantu, dan mau mengajari saya banyak hal tanpa mama ajari. Doakan saya, supaya saya benar-benar menjadi Kristen seperti mama. Hidup untuk Kristus dimanapun dan apapun panggilan saya

I Petrus 3 : 1-5
1 Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, 2 jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu. 3 Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, 4 tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah. 5 Sebab demikianlah caranya perempuan-perempuan kudus dahulu berdandan, yaitu perempuan-perempuan yang menaruh pengharapannya kepada Allah; mereka tunduk kepada suaminya,


***