Kamis, 30 Juli 2009

Wanita - Wanita Perkasa

Namanya Elsye (nama disamarkan) teman baru saya teman lama suami saya. Tubuhnya mungil, cantik, ramah, dan ceria. Memiliki seorang anak bernama Angel (juga disamarkan) usianya berkisar antar 5-6 tahun. Seperti mamanya Angel juga anak yang cantik dan bersahabat. Ketika pertama kali berkenalan suami saya sempat berbisik,”Jangan tanya Angel mana papanya, juga jangan tanya Elsye mana suaminya ya?” (suatu pertanyaan standar dari saya jika masuk dalam suatu kelompok baru) saya hanya mengiyakan.

Betapa terkejutnya saya ketika mendengarkan penjelasan suami mengapa dia melarang saya menanyakan hal tersebut kepada mereka. Ternyata Angel adalah anak di luar nikah. Dan Elsye otomatis menjadi orang tua tunggal, single fighter bagi anak semata wayangnya.

Teman saya yang lainnya sebut saja Elma (nama samaran) juga terpaksa menjadi single fighter dan single parent karena ketidaksediaan sang bapak biologis untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya itu.

Terlepas dari keputusan yang salah yang telah mereka perbuat sehingga terjadi kehamilan di luar nikah, saya sangat menghormati keputusan mereka untuk tidak melakukan aborsi guna menutup aib. Saya juga menghormati kesungguhan mereka merawat dan membesarkan bayi tersebut dengan penuh kasih sayang.

Bisa saya bayangkan, betapa mereka harus berjuang menahan malu atas buah perbuatan salah mereka. Bisa saya bayangkan hari-hari yang dilalui dengan kepala yang tertunduk ketika mengandung tanpa suami. Dan betapa menyedihkan ketika melahirkan tanpa didampingi oleh suami. Bahkan mengurus akta kelahiran tanpa mencantumkan nama ayah si jabang bayi.

Juga bisa saya bayangkan betapa pilu hatinya ketika anaknya bertanya,”Kok aku gak punya ayah, Bu? Mengapa ayahku gak pernah bersamaku?” Wah..entah apa yang akan saya lakukan jika saya di posisi mereka.

Beruntung kedua teman saya ini memiliki keluarga yang berjiwa besar dan perkasa. Mereka memiliki keluarga yang mau menerima dengan lapang dada atas kejadian yang menimpa puteri mereka. Saya yakin keluarga mereka pun harus menanggung malu sesaat atas kejadian itu. Tapi toh mereka tetap ada bagi mereka, menerima mereka tanpa hujatan dan penghakiman yang malah menambah beban mental.

Beruntung teman-teman saya ini hidup di komunitas yang sehat dan waras. Yang menanggalkan keinginan untuk menghakimi perbuataan yang sudah terlanjur itu dan memilih untuk mendampingi hari-hari berat yang harus dilewati Elsye dan Elma. Mendukung, menopang, bahkan mendorong Elsye dan Elma untuk menjalani hidup dengan wajar dan menghadapinya dengan kepala yang tegak.

Beruntung teman-teman saya ini hidup di bawah pengasuhan hamba-hamba Tuhan yang tidak menghakimi, mengasingkan, dan mendeskriminasikan mereka. Tapi dengan sadar mengatakan, yang sudah terjadi tidak bisa dibatalkan dan harus menghadapi hidup dengan tegar dan berani apa pun resikonya. Suatu petuah yang tidak hanya berhenti di petuah saja, melainkan difasilitasi atau didukung dengan dukungan moral, sikap yang terbuka dan tetap bersahabat…

Bagaimana dengan kisah serupa di luar jangkauan pengetahuan saya? Mungkin terjadi hal-hal yang sebaliknya mereka rasakan. Tak ada dukungan dari keluarga, ada penghakiman dari teman-temannya, bahkan ada sikap deskriminatif dari hamba-hamba Tuhan di sekeliling mereka..

Saya bukanlah termasuk pendukung Free Sex , Free Life ataupun Sex Pra Nikah..bukan.. Tapi saya akan belajar menjadi teman yang bijaksana jika kelak saya menjumpai kejadian serupa di sekeliling saya.

Dari pada menjadi hakim untuk kesalahan, lebih baik menjadi sahabat supaya mereka tetap Pro Life dan anti abortion. Supaya mereka yang terjatuh karena dosa yang mereka lakukan bisa kembali berdiri tegak dan menjalani hidup dengan bahagia. Toh saya juga bukan orang yang sangat suci dan sempurna. Toh saya juga orang yang masih bisa berbuat kesalahan…

Adalah baik menanamkan pelajaran yang membuat para remaja dan para lajang untuk menjauhi bahkan tidak melakukan sex pra nikah. Tapi…juga sama baiknya kita tetap menjadi teman yang baik bagi mereka yang sudah terlanjur melakukan kesalahan dan berbuahkan kehamilan. Tidak menambahi beban mental dengan tatapan sinis dan pertanyaan-pertanyaan yang menyindir. Tidak berbuat seolah menjadi orang yang paling benar di dunia ini.

Mereka punya hak untuk menjalani kehamilan mereka tanpa stress dan berhak untuk melahirkan anak-anak yang bermutu pula. Yuk, kita bantu mereka-mereka yang terlanjur jatuh. Supaya mereka tetap bisa menjalani hidup dengan kepala yang tegak dan berkontribusi positif bagi negeri ini. Supaya angka aborsi terus menurun..diimbangi dengan kesadaran bahwa sex pra nikah itu membawa resiko yang ditanggung seumur hidup.

Melalui kesempatan ini perkenankanlah saya memberikan predikat “wanita-wanita perkasa” bagi mereka yang berani mengambil resiko meneruskan kehamilan tanpa pernikahan. Bagi wanita-wanita yang dengan berani menakui kesalahan mereka namun tetap bertanggungjawab dengan apa yang telah mereka perbuat. Wanita-wanita yang siap menanggung malu dan terus menerus menjadi perisai tunggal bagi anak-anak yang mereka lahirkan. Kiranya Tuhan memampukan mereka untuk terus menjaga kekudusan mereka dan dijauhkan dari segala bentuk pelecehan.

Juga bagi orang-orang yang luar biasa disekeliling mereka yang membuat teman-teman saya menjadi Wanita Perkasa.. Untuk Orangtua mereka yang menerima mereka apa adanya..menjadi pendamping setia saat mereka mengalami kejatuhan, ikut menangis saat mereka menangis menahan malu dan penyesalan.. Owh..tak berkurang hormat saya bagi kalian Pak, Bu. Ini murni kesalahan pengambilan keputusan tidak ada sangkut pautnya dengan kegagalan mendidik teman-temanku itu. Percayalah ada rencana-rencana indah yang disembunyikan dalam bungkus yang kurang menarik ini…amin